Pemayung.id – Di tengah krisis lingkungan yang semakin mengancam, WALHI sebagai organisasi lingkungan hidup terbesar di Indonesia, akan memilih pemimpin barunya untuk periode 2025-2029. Salah satu calon yang mencuat adalah Tubagus Soleh Ahmadi, yang datang dengan “cetak biru” perjuangan yang utuh dan membumi. Visi ini tak sekadar janji, melainkan empat pilar fundamental yang dirancang untuk mengembalikan kedaulatan rakyat atas lingkungan. Mari kita bedah empat pilar ini yang bisa jadi menjadi landasan perjuangan WALHI di masa depan.
1. Pilar Kedaulatan Rakyat atas Lingkungan: Kembali ke Akar Perjuangan
Pilar pertama ini adalah jantung dari seluruh visi. Tubagus Soleh Ahmadi ingin mengembalikan hak pengelolaan lingkungan kepada masyarakat melalui Wilayah Kelola Rakyat (WKR). Konsep ini bukan hal baru, tapi sangat relevan. WKR adalah upaya konkret untuk menghentikan perampasan lahan yang dilakukan oleh korporasi besar atau proyek pemerintah yang tidak bertanggung jawab. Dengan WKR, masyarakat adat dan komunitas lokal memiliki “kekuasaan” untuk menentukan nasib lingkungan mereka sendiri, menjaga keberlangsungan alam, dan memastikan kesejahteraan mereka tidak tergerus oleh kepentingan ekonomi.
2. Pilar Perlawanan terhadap Proyek Rakus: Berani Melawan Arus
Indonesia, dengan kekayaan alamnya yang melimpah, sering kali menjadi target “proyek rakus” yang hanya mengejar keuntungan jangka pendek. Proyek tambang, perkebunan monokultur, dan pembangunan infrastruktur yang tak peduli lingkungan adalah contoh nyatanya. Pilar kedua ini adalah komitmen untuk menghadang dan menghentikan proyek-proyek merusak tersebut. Ini adalah perjuangan yang menuntut keberanian, sebab ia berhadapan langsung dengan kekuatan modal dan kebijakan yang seringkali tidak berpihak pada lingkungan.
3. Pilar Perlindungan Aktivis dan Keadilan Gender: Memperkuat Barisan
Perjuangan lingkungan tidak lepas dari risiko. Banyak aktivis yang mengalami intimidasi, kriminalisasi, bahkan kekerasan. Visi ini menempatkan perlindungan bagi para pembela lingkungan sebagai prioritas utama. Lebih dari itu, pilar ini juga menyoroti peran penting perempuan sebagai garda depan perjuangan. Perempuan, yang sering kali menjadi korban pertama dari kerusakan lingkungan, justru memiliki peran sentral dalam menjaga ekosistem dan melestarikan kearifan lokal. Dengan menempatkan keadilan gender sebagai bagian dari perjuangan, cetak biru ini memperkuat barisan WALHI dari dalam.
4. Pilar Ekonomi Berkelanjutan: Jalan Menuju Mandiri dan Adil
Terakhir, perjuangan lingkungan tidak akan lengkap tanpa solusi ekonomi yang berkelanjutan. Pilar ini menawarkan jalan keluar dari ekonomi ekstraktif yang merusak dengan mendorong pertanian agroekologi dan energi terbarukan berbasis komunitas. Pertanian agroekologi memastikan pangan yang sehat dan tanah yang subur, sementara energi terbarukan berbasis komunitas memungkinkan desa-desa untuk mandiri tanpa harus merusak alam. Ini bukan hanya soal ekonomi, melainkan juga soal membangun kemandirian, keadilan, dan keseimbangan antara manusia dan alam.
Secara keseluruhan, keempat pilar ini merangkum sebuah “manifesto perlawanan” yang tidak hanya kritis, tetapi juga menawarkan solusi konkret. Cetak biru ini, jika berhasil diwujudkan, bisa menjadi tonggak penting bagi WALHI dalam menghadapi tantangan lingkungan yang semakin kompleks di masa depan.