Pemayung.id – Polemik angkutan dan pertambangan batubara pada saat ini di Jambi semakin parah. Mulai dari ditemukannya tambang ilegal, serta pencemaran lingkungan di kawasan Koto Boyo Kecamatan Batin XXIV, Kabupaten Batanghari.
Kekisruhan ini langsung menyita perhatian publik, tidak sedikit aktivis lingkungan, tokoh masyarakat hingga aparat kepolisian yang bergerak langsung untuk menyelesaikan polemik batubara di Jambi.
Namun tidak untuk Anggota DPRD Provinsi Jambi, selaku wakil rakyat yang duduk di kursi empuk gedung parlemen, puluhan anggota dewan hanyalah duduk manis tanpa bersuara sepatah kata pun.
“Persoalan batubara di Jambi ini seperti tak ada pernah habisnya. Namun kami melihat tidak ada penyelesaian dalam kasus ini. Malahan disaat para aktivis, elemen masyarakat dan aparat kepolisian bergerak, dimana DPRD Provinsi Jambi yang merupakan wakil rakyat ini,” ungkap Herman, salah satu tokoh masyarakat Jambi.
Dikatakannya, Dewan Provinsi Jambi harus lah peka dalam menyikapi permasalahan batubara di Jambi. Karena ini persoalan serius yang harus segera diselesaikan. Selain pertambangan yang mencemari lingkungan, angkutan batubara juga mengancam keselamatan masyarakat dan merusak fasilitas umum.
“Kita lihat sajalah, pertambangan batubara ini telah terbukti membuang limbah ke sungai yang menyebabkan kerusakan pada lingkungan. Selain itu, banyak juga jalan rusak serta kecelakaan lalu lintas akibatnya. Bahkan gara-gara angkutan batubara, juga menyebabkan sejumlah jembatan menjadi rusak,” ucapnya.
Terbaru, kekisruhan terkait batubara ini juga terjadi pada para pelaku tambang yang tergabung dalam Perkumpulan Pengusaha Tambang Batubara (PPTB) Jambi. Iuran para pengusaha tambang diduga telah dikorupsi oleh PPTB.
Hal ini berujung pada pemeriksaan terhadap Ketua PPTB Jambi, Asnawi, di Unit Tipikor Polresta Jambi, Kamis (13/03/2025).
Tak sampai di situ saja, pada tahun lalu untuk melancarkan angkutan tersebut melewati jalur sungai, pihak perusahaan pun bersolusi dengan memberikan uang kompensasi atau koordinasi untuk masyarakat desa yang berada di jalur lintasan atau bantaran Sungai Batanghari.
Kepada awak media, tokoh masyarakat yang dipercaya oleh salah satu perusahaan untuk menjadi humas menyebutkan, agar pengangkutan batubara menggunakan ponton lancar dan tidak lagi dihalangi oleh warga, perusahaan memberikan uang kompensasi/koordinasi sebesar 500 ribu perponton yang melintas.
“Uang tersebut sebagi kompensasi bang, masyarakat yang rumahnya terdapat di Bantaran sungai. Seperti bulan kemarin pihak perusahaan Batu bara menyetor ke pengurus pos penjagaan yang berada di Desa Pelayangan lebih kurang seratus juta. Namun anehnya Uang tersebut sebagian diambil oleh pihak Dishub Batanghari,” ujarnya kepada awak media.
Menariknya, uang kompensasi tersebut, justru tidak sampai ke masyarakat yang tinggal di bantaran sungai Batanghari. ia mendapat informasi, bahwa uang kompensasi tersebut, diduga disetor ke Dishub Batanghari.
“Uang kompensasi itu untuk Masyarakat yang terdampak ya bantuan gitu lah, tapi kenapa pihak Dishub yang ambil uang tersebut. Harusnya kan uang itu untuk masyarakat seperti dibelikan, misalnya beras 10 kilo, minyak, 1 kilo dan lainnya.
“Info yang saya dapat malah masyarakat di yang rumahnya di bantaran sungai tidak dapat bantuan. Malahan yang dapat jatah uang tersebut adalah oknum-oknum tertentu saja,” ujarnya.
Selain itu, diduga terdapat oknum Anggota DPRD Provinsi Jambi yang ikut bermain dalam pertambangan batubara di Batanghari tersebut. Oknum ini disebut mempunyai lahan pertambangan dan sejumlah angkutan batubara yang berada di Koto Boyo Batin XXIV.
Siapakah oknum Anggota DPRD Provinsi Jambi tersebut?