opini  

Anak Kemarin Sore jadi Dewan, Bisa Apa?

Oleh: Arwin Saputra

 

Politisi muda di Kabupaten Tanjung Jabung Timur harus melawan sejumlah stigma dari masyarakat. Politisi muda sering dipandang sebelah mata, dianggap belum matang, kurang berpengalaman, atau sering juga kita dengar dengan istilah ‘anak kemarin sore’.

Bahkan juga sering muncul stereotip, terpilihnya di legislatif tak lain karena berkantong tebal, atau mengandalkan nama besar orang tua, dan keluarganya.

Para politisi muda harus bisa membuktikan, bahwa janji-janji yang disampaikan saat kampanye kemarin bukanlah pepesan kosong. Mereka harus menunjukan, setelah diberi kepercayaan memegang peranan penting sebagai wakil rakyat mampu memberikan kontribusi untuk kemajuan daerahnya.

Tak hanya itu, para politisi muda juga harus dapat mengikis sikap skeptis masyarakat atas kapabilitas dan integritas DPRD di Tanjab Timur.

Yang mana sejauh ini kepercayaan masyarakat terhadap DPRD Tanjab Timur sangatlah rendah.

DPRD Tanjab Timur dianggap hanya menjadi tukang stempel pemerintah, tidak berani bersuara, bahkan pimpinannya pun tidak berani menerima ajakan diskusi dari mahasiswa dan masyarakat.

Para politisi muda khusunya yang berusia dibawah 30 tahun, harus bisa memberikan dampak positif, mereka mampu menjadi representasi kekuatan rakyat, dan bisa merubah citra DPRD Tanjab Timur lebih baik lagi.

Namun, pada kenyataanya DPRD Tanjab Timur masih sama seperti yang dulu, sunyi, hening tanpa suara, politisi muda yang menjabat saat ini tidak memiliki kapasitas dan kapabilitas yang mumpuni untuk menjadi wakil rakyat.

Politisi muda di DPRD Tanjab Timur hanya menjadi pelengkap formalitas semata, tidak memberikan pembaruan. Ya, mungkin mereka tidak paham apa tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) DPRD.

Padahal, harapan masyarakat dengan kehadiran politisi muda di legislatif, mampu memberikan angin segar, mampu memberikan ide dan gagasan yang inovatif dengan semangat dan pemikiran kritis. Tapi setelah mereka menikmati kursi empuk dari uang rakyat itu, mereka lupa segalanya, mereka hanya datang, duduk, diam, dan sibuk dengan telepon genggamnya.

Mengutip dari BACK TO BDM bahwasanya anggota dewan muda harus punya compassion terhadap kesulitan rakyat.

“Kehadiran DPR muda dan baru adalah fakta. Namun yang lebih penting adalah bagaimana DPR tidak menjadi tukang stempel pemerintah, melainkan menyuarakan derita rakyat. DPR harus punya compassion terhadap kesulitan rakyat,”.